A. KAIDAH-KAIDAH SOSIAL DAN HUKUM
Pergaulan hidup manusia diatur oleh
pelbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan untuk
menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tentram. Di dalam pergaulan
hidup tersebut, manusia mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang bagaimana
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok atau premary needs, yang antara lain
mencakup sandang, pangan, papan, keselamatan jiwa dan harta, harga diri,
potensi untuk berkembang dan kasih sayang. Pengalaman-pengalamn tersebut
menghasilkan nilai-nilai yang positif maupun negatif, sehingga manusia
mempunyai konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan harus dianut,
dan mana yang buruk dan harus dihindari. Sistem nilai tersebut sangat
berpengaruh terhadap pola pikir manusia, hal mana merupakan suatu pedoman mental
baginya.
Pola pikir manusia mempengaruhi
sikapnya yang merupakan kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu terhadap manusia, benda maupun keadaan-keadaan. Sikap-sikap
manusia kemudian membentuk suatu kaidah.
Di satu pihak kaidah-kaidah itu ada
yang mengatur pribadi manusia, dan terdiri dari kaidah-kaidah kepercayaan dan
kesusilaan. Kaidah kepercayaan bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang
beriman. Sedangkan kaidah kesusilaan bertujuan untuk mencapai manusia yang hidup
berakhlak atau mempunyai hati nurani yang bersih. Di lain pihak ada
kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan antar manusia atau antar pribadi, yang
terdiri dari kaidah-kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Kaidah kesopanan
bertujuan agar pergaulan hidup berlangsung dengan menyenangkan, sedangkan
kaidah hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan antar manusia.
Kedamaian tersebut akan tercapai, dengan menciptakan suasana keserasian antara
ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketentraman (yang bersifat
bathiniah). Kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman,
merupakan suatu ciri yang membedakan hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya.
Secara sosiologis merupakan suatu
gejala yang wajar, bahwa akan ada perbedaan antara kaidah-kaidah hukum di satu
pihak, dengan perikelakuan yang nyata. Hal ini terutama disebabkan, oleh karena
kaidah hukum merupakan patokan-patokan tentang perikelakuan yang diharapkan
yang dalam hal-hal tertentu merupakan abstraksi dari pola-pola perikelakuan.
Namun demikian, para ahli sosial berbeda-beda pendapat tentang masalah ini.
Oleh E. adamson Hobel dan Karl
Llewellyn menyatakn bahwa hukum mempunyai fungsi yang penting dalam keutuhan
masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Menetapkan hubungan antara para
warga masyarakat, dengan menetapkan perikelakuan mana yang diperbolehkan dan
mana yang dilarang.
2. Membuat alokasi wewenang (authority)
dan menentukan dengan seksama pihak-pihak yang secara sah dapat melakukan
paksaan dengan sekaligus memilih sanksi-sanksi yang tepat dan efektif.
3. Disposisi masalah-masalah
sengketa.
4. Menyesuaikan pola-pola hubungan
dengan perubahan-perubahan fungsi kehidupan.
Suatu pendapat lain pernah
dikemukakan oleh antropolog L. Pospisil (1958), yang menyatakan bahwa dasar-dasar
hukum adalah sebagai berikut:
Hukum merupakan suatu tindakan yang berfungsi sebagai sarana
pengendalian sosial. Agar dapat dibedakan hukum dengan kaidah-kaidah lainnya,
dikenal adanya empat tanda hukum atau attributes of Law.
1. Attribute of authority, yaitu
bahwa hukum merupakan keputusan-keputusan dari pihak-pihak yang berkuasa dalam
masyarakat, keputusan-keputusan mana yang ditujukan untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan atau masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat.
2. Attribute of intention of
universal application, yaitu bahwa keputusan-keputusan yang mempunyai daya
jangkau yang panjang untuk masa mendatang.
3. Attribute of obligation yang
berarti bahwa keputusan-keputusan penguasa harus berisikan kewajiban-kewajiban
pihak kesatu terhadap pihak kedua dan sebaliknya. Dalam hal ini semua pihak
harus masih di dalam kaidah hidup.
4. Attribute of sanction yang
menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan
dengan sanksi yang didasarkan pada kekuasaan masyarakat yang nyata.
B. LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Di dalam perkembangan selanjutnya
kaidah-kaidah hukum tersebut berkelompok-kelompok pada pelbagai keperluan pokok
daripada kehidupan manusia seperti kebutuhan hidup kekerabatan, kebutuhan
pencarian hidup, kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan untuk menyatakan rasa
keindahan, kebutuhan jasmaniah dari manusia dan lain sebagainya. Misalnya
kebutuhan kekerabatan menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti
pelamaran, perkawinan, perceraian, kewarisan, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, maka
lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Untuk memberikan pedoman kepada
para warga masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di
dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat yang terutama menyangkut
kebutuhan-kebutuhan pokok.
2. Untuk menjaga keutuhan masyarakat
yang bersangkutan.
3. memberikan pegangan kepada
masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).
Tidaklah mudah untuk menentukan
hubungan antara hukum dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya terutama di
dalam menentukan hubungan timbal balik yang ada. Hal itu semuanya tergantung
pada nilai-nilai masyarakat dan pusat perhatian penguasa terhadap aneka macam
lembaga kemasyarakatan yang ada, dan sedikit banyaknya ada pengaruh-pengaruh
pula dari anggapan-anggapan tentang kebutuhan-kebutuhan apa yang pada suatu
saat merupakan kebutuhan pokok.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto,
Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar