PENDEKATAN
KEARAH ANTAR BERBAGAI MAZHAB UNTUK MENGHILANGKAN IKHTILAF
Dalam pendekatan ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu
:
1.
Hikmah Kemaslahatan
Istilah hikmah (حكمة) banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, bahkan
seringkali dikaitkan dengan Al-Kitab, seperti firman Allah
dalam Q.S.al-Baqarah
(2): 129, yang berbunyi: ويعلمهم الكتاب والحكمة, yang artinya: “… dan Dia
mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah”. Tidak kurang
dari sembilan ayat yang menyebut dua kata tersebut secara beriringan. Hikmah
biasa diartikan: kebijaksanaan (wisdom), yakni kesadaran dan sikap
seseorang yang membawa dirinya berakhlak baik dan tercegah dari akhlak
buruk. Dengan demikian perkataan hikmah mengandung makna filosofis
menyangkut intelektual dan moral seseorang. Dalam konteks ini kita dapat
memahami hikmah
yang diberikan Tuhan kepada Luqman al-Hakim, yakni suatu kemampuan intelek dan
sikap arif dalam memahami dan melaksanakan hukum-hukum Tuhan.
2. Tasamuh
Dengan pendekatan hikmah kemaslahatan, maka terjadilan sikap saling menghargai antar mazhab, yang ditandai dengan tidak saling menyalahkan, bahkan kelompok yang berbeda-beda mazhabnya itu bersedia membaur dalam pelaksanaan ibadah dan mu’amalah.
3. Memadukan Pendapat Yang Berbeda
Salah satu bentuk tasamuh ialah memadukan pendapat yang berbeda dalam satu pengamalan bersama. Jika hal ini dapat dilakukan maka persatuan umat betul-betul terlaksana dalam pengamalan syariat Islam. Memadukan (al-tawfiq) dan menghimpun (al-jam`u) sebenarnya sering menjadi cara penyelesaian dalam perbedaan pendapat ulama dalam kitab-kitab fiqih, tetapi masih jarang dipraktekan dalam pengamalan ibadah, padahal berpecahan umat lebih parah dalam praktek suatu ibadah atau pemahaman.
Contoh
untuk pendekatan kemashlahatan ini, kita sebutkan hikmah ibadah shalat untuk
persatuan dan kedamaian manusia, yang harus ditegakkan secara mutlak tanpa
dilanggar oleh siapapun. Begitu pentingnya persatuan, maka banyak dalil
yang menganjurkannya, bahkan menurut salah satu hadits shahih orang-orang yang
lari dari persatuan umat akan halal darahnya. Akan tetapi seringkali
orang bersifat egois sesuai mazhabnya, menyingkirkan mazhab lainnya, yang berujung
pada konflik dan dendam. Padahal, Tuhan telah mengancam orang yang
bershalat tanpa hikmah tolong menolong (persatuan) yang dikandungnya.
Tuhan menegaskan:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ
صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
Neraka bagi mereka yang bershalat, mereka lalai
memberi makna shalatnya, mereka bershalat sebatas riya’ (formalitas hukum
semata), lalu enggang tolong menolong dalam persatuan (Q.S.Al-Ma`un
[107]: 4-7).
Bahkan,
demi persatuan, pelaksanaan shalat dapat saja bergeser dari hukum yang baku
kepada cara-cara yang tidak baku sama sekali dalam mazhab apapun.
Misalnya salah satu rukun shalat ialah bersujud di lantai, yang jika
dilaksanakan di Masjidil Haram pada musim haji, di tengah desakan lapisan
jamaah yang bertawaf keliling Ka`bah, dapat berubah menjai bersujud di punggung
orang, atau di tembok terdekat, agar lehernya tidak patah, atau tewas sekektika
terinjak di bawah arus jamaah. Orang yang merasa pungungnya ditempati
sujud, tidak boleh marah demi persaudaraan keislaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar