ilmu itu penting untuk masa depan

Jumat, 22 Juni 2012

Metode istinbath mazhab az-zahiri



Metode istinbath mazhab az-zahiri
Pendiri dari mazhab Zhahiriyah adalah Daud ibn Ali al-Ashfahaniy yang dilahirkan pada tahun 202 H. di Kufah dan wafat pada tahun 270 H di Baghdad.
Inti dari ajaran dan paham yang berkembang dalam mazhab az-zhahiri berkisar pada persoalan hukum Islam dan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam memahami sumber tersebut. Konsekuensi logis dari pendapat tersebut adalah adanya perbedaaan pendapat dalam masalah fikihnya.
Seperti telah disebutkan, Imam Daud az-Zhahiri menolak al-qias dan mengajukan al-Dalil sebagai cara memahami nash. Dalam cara mempertegas ijtihadnya, Imam Daud az-Zhahiri berkata :
اِنَّ اْلاُصُوْلَ : أَلْكِتَابُ وَ السُنَّةُ وَاْلإِ جْمَاعُ
“Sumber hukum pokok hanyalah al-Qur’an, Sunnah, Ijmak.”
Bagi penganut az-Zhahiri keumuman nash al-Qur’an sudah cukup menjawab semua tantangan dan masalah. Pendirian tersebut berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nahl: 89:
“ (dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
      Bagi Imam Daud Az-Zhahiri, makna yang digunakan dari al-Qur’an dan sunnah adalah makna zhahir atau makna tersurat; ia tidak menggunakan makna tersirat, apalagi mencari ‘illat seperti yang dilakukan oleh ulama yang mengakui al-Qias sebagai cara ijtihad, seperti Imam ibn Idris al-Syafi’i. menurut Imam Daud az-Zhahiri, Syariat Islam tidak boleh diintervensi oleh akal.
Ulama yang mengakui al-Qias biasanya ingin mengetahui makna tersirat dari suatu ketentuan al-Qur’an dan sunnah. Dalam rangka mengetaui dalil dibalik teks, ulama melakukan pengetahuan sehingga diketaui ‘illat hukumnya, baik ‘illat yang terdapat dalam Nash secara tekstual (‘illat manshuhah) maupun ‘illat yang diperoleh setelah melalui penelitian (‘illat mustanbathah). Bagi Imam Daud az-Zhahiri, tujuan penentuan syari’ah adalah Ta’abbudi (bukan ta’aquli).
Adapaun al-dalil yang merupakan langkah-langkah ijtihad yang ditempuh oleh Imam Daud az-Zhahiri dibangun oleh Ibnu Hazm. Ad-dalil adalah suatu metode pemahaman suatu nash yang menurut ulama mazhab az-Zhahiri, pada hahikatnya tidak keluar dari nas dan atau ijmak itu sendiri. Dengan pendekatan ad-dalil dilakukan pendekatan kepada nash atau ijmak melalui dilalah (petunjuknya) secara langsung tanpa harus mengeluarkan ‘illatnya terlebih dahulu. Dengan demikian, konsep ad-Dalil tidak sama dengan qias, sebab untuk melakukan qias diperlukannya kesamaan ‘illat secara kasus asal dan kasus baru. Sedangkan pada ad-Dalil tidak diperlukan mengetahui ‘illat tersebut.

TALFIQ
Pada zaman sekarang ini banyak sekali diperdebatka masalah-masalah mazhab dikalangan masyarakat,mereka banyak yang memper masalahkan mazhab-mazhab tersebut sebagai contoh ada seseorang yang beranggapa bahwa mazhab safi`I yang paling benar,ada pula yang mengatakan bahwa mazhab hambali-lah yang paling benar.Dan bahkan ada yang menggunakan dua mazhab sekaligus.
Permasalahan-permasalahan diatas sebenarnya ada pembahasannya didalam ushul fiqh,yang mana kita kenal dengan istilah “talfiq”kemudian pembahasan yang ada didalam talfiq sendiri sebenarnya memuat tentang masalah-masalah mazhab tersebut.Dan arti dari talfiq sendiri yaitu menggunakan dua mazhab sekaligus,dan pada makalah ini mencoba memaparkannya secara jelas mengenai talfiq di dalam islam dan bagaimana hukum talfiq itu sendiri.

A.Pengertian Talfiq
Talfiq menurut bahasa adalah menutup,menambal,tak dapat mencapai,dan lain sebagainya.
Adapun “talfiq” yang dimaksud dalam pembahasan ushul fiqh adalah

اَ لْعَمَلُ بِحُكْمٍ مُؤَ لَّفِ بَيْنَ مَذْ هَبَيْنِ أَ وْ أَكْثَرَ
Artinya: Mengamalkan satu hukum yang terdiri dari dua mazhab atau lebih.
Maksudnya adalah seperti seseorang mengikuti pendapat syafi`I dalam masalah iddah wanita yang di talak,karena merasa balasannya lebih kuat dari mazhab lain umpamanya.Sedang dalam hal tidak adanya wali mujbir dalam perkawinan,ia mengikuti pendapat hanafi,karena merasa alasannya lebih kuat.yang demikian dinamakan talfiq dalam masalah yang berlainan.
Di samping itu mungkin juga termasuk di dalam kategori talfiq,seseorang bertalfiq dalam satu masalah,seperti dalam masalah wudhu.Seseorang tidak melafalkan niat karena mengikuti mazhab hanafy tapi dalam hal mengusap kepala ketika wudhu cukup sebagian kepala saja,karena menggikuti mazhab maliki misalnya. Persoalan talfiq adalah seperti taklid,ruang lingkupnya adalah masalah-masalah ijtihadiah yang sifatnya zanni sehingga muncul perbedaan pendapat mengenainya.
B.Hukum Talfiq
Persoalan talfiq adalh seperti taklid,ruang lingkupnya adalah masalah-maalah ijtihadiah yang sifatnya zanni sehingga muncul perbedaan pendapat mengenainya.Adapun hukum-hukum syara yang diketahui kepastiannya dari agama islam yaitu hal-hal yang telah di sepakati ulama dan menyebabkan pengingkarnya kafir,maka tiad sh taklid,apalagi talfiq.Dengan dmikian tidak boleh talfiq yang dapat mebawa kepada pembolehan hal-hal yang di sepakati keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang di sepakati kebolahannya,atau memperbolehkan sesuatu hal yang telah disepakati kewajibannya.Misalnya dalam bidang keperdataan ialah: seorang laki-laki mengaini perempuan tanpa ali,tanpa saksi,dan mas kain berdasarkan taklid pada tiap-tiap mazhab pada bagian bagian tertentu.Akan tetapi perkawinan semacam itu tak seorang ulamapun yang berpendapat demikian dan semua sepakat bahwa perkawinan itu tidak sah.
Adapun argument ulama yang melarang tlfiq ialah:pentakhrijan terhadap pendapat ulama yang terbagi kedalam dua kelompok mengenai hukum suatu masalah.Menurut kebanyakan ulama berdasarkan adanya dua versi pendapat yang berbeda itu,tidak boleh memunculkan pendapat baru yang ketiga yang membatalkan suatu yang telah menjadi objek kesepakatan mereka.MIsalnya iddah istri yang hamil yang suaminya meninggal dunia ada dua pendapat berkenaan dengan ini yaitu pendapat pertama ialah,persalinan kandungannya,pendapat kedua yang terlama dari dua masa:persalinan kandungan apa empat bulan sepuluh hari.Jika yang lebih lam waktunya adalah persalinan kandungannya maka persalinan itulah masa iddahnya.Sebaliknya apabila empat bulan sepuluh hari merupakan masa yang lebih lama dari pada persalinan kandungannya,maka iddahnya empat ulan sepuluh hari selanjutnya tidak boleh memunculkan pendapat yang ketiga bahwa masa iddahnya empat bulan sepuluh hari saja berdasarkan talfiq terhadap dua pendapat tersebut.
Agaknya pendapat ini perlu di tinjau kembali,sebab ide taalfiq didasarkan atas ide taklid yang di munculkan oleh ulama mataakhirin pada zaman kemunduran islam.Ide tersebut tiak di kenal pada zaman salaf baik pad masa rasulullah saw,para sahabatnya,masa tabi`in maupun masa para imam mujtahid dan para muridnya sesudahnya disamping itu seseorang tidak wajib mengikuti suatu mazhab tertentu dalam sgala masalah yang di hadapinya,sseorang yang tidak terikat pada suatu mazhab tertentu boleh bertalfiq jika tidak maka akan brakibat batalnya ibadah-ibadah masyarakat awam.
Sebab kita nyaris tidak menjumpai orang awam yang mengerjakan ibadah yang sesuai dengan suatu mazhab tertentu,adapun persyaratan yang mereka kemukakan berup memelihara perbedaan pendapat diantara mazhab-mazhab apabila seseorang bertaklid pada mazhab tertentu atau meninggalkan mazhabnya did ala suatu hal maka itu adalah hal yang sulit.Hal ini bertentangan denga prinsip kemudahn da toleransi di dalam syariat islam dan tidak sejalan dengan kemaslahatan ummat manusia.
Selanjutnya mengenai klaim sebagai ulama mazhab hanafi mengenai danya ijma yang melarang talfiq maka hal itu semata-mata kesepakatan ulama mazhabnya saja.Dalam kenyataannya tidak ada ijma tidak ada petunjuk terhadap tidak adnya ijma yang lebih kuat dari pada tentangan banyak ulama mutaakhirin yang menyatakan bahwa talfiq itu boleh selama tidak membawa kepada suatu pndpat yang bertentangan dengan nash atau ijma.
Talfiq yang di larang mekipun sebagian ulama memperbolehkan talfiq,terutama dari kalangan ulama mutaakhirin akan tetapi kbolhan talfiq itu tidaklah bersifat mutlak.bahkan,kebolehannya terbats di dalam ruanhg lingkup tertentu sebab diantara talfiq ada yang batal karena esensinya (zatnya),sebagaimana talfiq yang mengakibatkan halalnya hal-hal haram seperti minuman keras,zina dan lainya.
Kemudian adapula talfiq yang dilarang ukan karena zatnya akan tetapi karena hal lain,talfiq bentuk kedua ini yang dilarang ada dua macam sebagai berikut :
1) Talfiq yang secara sengaja dimaksudkan mencari yang ringan-ringan saja dalam hukum syara misalnya,seseorang mengambil dari masing-masi mazhab pendapat yang paling lemah,tanpa terdesak oleh darurat atu alasan lain.Hal ini dilarang dalam rangka menutup pintu kerusakan akibat plcehan ukum syara.
2) Talfiq yang dapat berakibat pembatalan putusan hakim,menghilangkan persngketaan,dalam rangka menghindari kekacauan.
3) Talfik yang berakibat terhadap peninjauan kembali apa yang telah diamalkan seseorang atas dasar takqlid,atau hal yang diijma`kan ulama yang berkenaan dengan hal yang ditaklidkan.
Strategi Pendekatan
Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam
Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam meyakini upaya taqrib, yaitu pendekatan antar pengikut berbagai madzhab Islam dengan tujuan untuk saling mengenal sehingga tercipta solidaritas dan persaudaraan agama sesuai dengan prinsip-prinsip dan kesamaan yang ada dalam ajaran Islam.
Pasal Pertama: Penjelasan Istilah
1- Taqrib : Menurut Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam; Taqrib berarti pendekatan antar pengikut berbagai madzhab Islam dengan tujuan untuk saling mengenal sehingga tercipta solidaritas dan persaudaraan sesuai dengan prinsip-prinsip dan kesamaan yang ada dalam ajaran Islam.
2- Persatuan Islam: Yang dimaksudkan dengan persatuan Islam adalah: kerjasama antar pengikut berbagai madzhab Islam berdasarkan prinsip-prinsip dan kesamaan dalam ajaran Islam, mengambil sikap yang satu dalam memperjuangkan kepentingan dan cita-cita mulia umat Islam, menggalang kesamaan langkah dalam menghadapi musuh-musuh Islam, dan menghormati loyalitas setiap muslim dalam menjalankan madzhabnya baik di hati maupun dalam perbuatan.
3- Madzhab: Yang dimaksudkan dengan madzhab Islam adalah aliran fiqh yang dikenal dalam dunia Islam yang memiliki mekanisme ijtihad yang sistematis dan berdasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah. Menurut Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam, madzhab-madzhab fiqh yang diakui secara resmi adalah Madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hanbali dari kalangan Ahlussunnah, Madzhab Imamiyah (Ja’fari), Zaidi, dan Bahrah dari kalangan Syiah serta madzhab Ibadhi. Selain yang disebutkan tadi, ada beberapa madzhab lainnya yang tidak lagi memiliki pengikut atau lebur dalam madzhab yang lain dan ada pula yang berfatwa sendiri tanpa mengingat diri dengan salah satu madzhab tertentu.
Pasal Kedua: Prinsip Taqrib
Gerakan taqrib antara madzhab-madzhab Islam berdiri atas beberapa prinsip dan landasan utama, yang diantaranya adalah;
1- Al-Qur’an al-Karim dan Sunnah Nabawi. Keduanya adalah sumber utama bagi ajaran syariat Islam. Semua madzhab memiliki kesamaan pendapat menyangkut keduanya. Semua dalil hanya sah jika berlandaskan pada al-Qur’an dan Sunnah.
2- Keimanan kepada asas-asa dan rukun di bawah ini;
Keimanan kepada keesaan Allah swt (tauhid)
b – Keimanan kepada kenabian Muhammad SAW sebagai rasul Allah yang terakhir, dan sunnah Nabi SAW merupakan salah satu sumber rujukan asli ajaran agama.
c – Keimanan kepada al-Qur’an al-Karim dan ajarannya sebagai sumber rujukan pertama dalam Islam.
d – Keimanan kepada hari akhir.
e – Tidak mengingkari dharuriyyat agama (hal-hal yang diakui secara aksioma dalam Islam) serta tunduk kepada rukun Islam seperti kewajiban menunaikan shalat, zakat, puasa, haji, jihad dan lainnya.
3- Mengakui sahnya berijtihad dan menghormati kebebasan berstudi. Agama Islam selain membuka pintu bagi mereka yang mampu untuk berijtihad dalam koridor sumber-sumber rujukan utama agama, juga menghormati perbedaan pendapat. Untuk itu, umat Islam hendaknya melihat perbedaan dalam ijtihad sebagai sebuah fenomena yang wajar dan menjunjung tinggi sikap saling hormat kepada pendapat orang lain.
4- Persatuan Islam adalah ciri khas umat ini yang ditekankan oleh Allah dalam kitab suci al-Qur’an dan menjadi salah satu prinsip yang penting. Prinsip ini lebih diprioritaskan jika bergesekan dengan prinsip-prinsip lain yang kurang penting.
5- Prinsip persaudaraan Islam adalah dasar utama yang melandasi hubungan antar kaum muslimin.
Pasal Ketiga: Misi dan Prospek Forum
Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam menjalankan misi berikut ini;
“Meningkatkan taraf pengenalan dan memperdalam sikap kesepahaman antar pengikut berbagai madzhab Islam, menguatkan sikap saling hormat, mengukuhkan persaudaraan Islam antara kaum muslimin, tanpa membedakan golongan, etnis dan nasionalisme untuk sampai kepada cita-cita terbentuknya umat Islam yang satu.”
- Prospek Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam
Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam adalah lembaga yang beranggotakan puluhan cedekiawan dan ulama berbagai madzhab Islam dari banyak negara. Lembaga ini adalah salah satu pusat penting yang menyuarakan pendekatan dan persatuan dunia Islam. Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam membuka jalan bagi terbentuknya hubungan konstruktif antar pengikut berbagai madzhab.
Forum ini memiliki agenda kerja sepuluh tahun untuk mewujudkan target-target di bawah ini;
1- Semakin mendekatkan kondisi umat Islam saat ini dengan situasi di zaman kehidupan Rasulullah SAW sebagai kondisi ideal dan panutan bagi persaudaraan antar muslim serta mengikis kebencian dan permusuhan sektarian antar pengikut berbagai madzhab Islam.
2- Memperluas solidaritas yang ada di tengah sebagian madzhab kepada seluruh umat Islam dan seluruh madzhab Islami.
3- Mengupayakan agar umat Islam secara umum dapat memahami perbedaan yang disebabkan oleh aktivitas ijtihad yang sistematis.
4– Menjadikan sikap dan perilaku para imam berbagai madzhab kepada sesama mereka sebagai teladan, dan membudayakan hal itu di tengah para pengikut mereka.
Pasal Keempat: Peluang Taqrib
Peluang pendekatan antar madzhab Islam meliputi seluruh aspek kehidupan para pengikutnya. Hal-hal di bawah ini layak untuk diperhatikan;
Aqidah: Seluruh madzhab memiliki prinsip dan rukun aqidah yang sama, seperti kepercayaan kepada Tauhid, Kenabian, Hari Akhir dan lainnya. Selain itu mereka juga meyakini hal-hal yang sama menyangkut rukun Islam. Perbedaan dalam masalah furu’ tidak seharusnya merusak prinsip utama keislaman dan persaudaran antara sesama muslim.
Fiqh dan Aturannya: Para ulama mengatakan bahwa kesamaan yang ada antara berbagai madzhab jauh lebih besar dibanding isu-isu perbedaan. Karena itu perbedaan pandangan adalah hal wajar yang lahir karena praktik ijtihad para ulama.
Akhlaq dan Kebudayaan Islam: Tidak ada perbedaan di antara madzhab-madzhab Islam menyangkut akhlaq individu dan sosial serta kebudayaan Islam. Semua muslim menjadikan Rasulullah SAW sebagai panutan dan teladan akhlaq bagi mereka.
Sejarah: Tak diragukan bahwa umat Islam sepakat akan kesatuan perjalanan sejarah. Sedangkan perbedaan yang ada hanya menyangkut hal-hal non prinsipal yang bisa diselesaikan dalam situasi yang tenang dan tak jarang akan tercapai kata sepakat. Bagamanapun juga, perbedaan pendapat tidak seharusnya berdampak buruk pada kehidupan umat Islam saat ini.
Sikap politis umat Islam: Adalah wajar bila kaum muslimin memiliki musuh yang sama, dan untuk menghadapinya umat ini harus menggalang persatuan yang kuat bagai benteng. Persatuan ini adalah salah satu prinsip utama Islam, dan tak ada satu madzhab pun yang melarang pengikutnya untuk bersatu dan bergandengan tangan dengan pengikut madzhab yang lain. Para ulama dan cendekiawan dunia Islam memikul tugas untuk menyatukan sikap dalam menghadapi musuh-musuh mereka.
Pasal Kelima: Dasar dan Etika
Forum Dunia untuk Pendekatan Antar Madzhab Islam dalam menjalankan misi pembaharuannya komitmen dengan dasar-dasar dan etika, diantaranya adalah;
1 – Prinsip kerjasama dalam semua bidang yang disepakati oleh seluruh umat Islam.
2 - Keharusan penyatuan sikap dalam menghadapi musuh-musuh Islam.
3 – Menghindari penisbatan kufur, kefasikan dan bid’ah antar sesama muslim. Kita, seluruh umat Islam dengan menerima prinsip ijtihad yang sejalan dengan ajaran sumber-sumber utama agama Islam, harus menerima konsekwensi darinya. Jika menurut kita pendapat seorang mujtahid salah, tidak selayaknya kita mengalamatkan tudingan fasik kepada mujtahid tersebut.
Di sisi lain, kita juga tidak berhak menuduh seseorang telah keluar dari agama hanya lantaran ia berkata atau menjalankan keyakinan dan ajaran madzhabnya, meski menurut pendapat kita kata-kata atau perbuatan itu telah melahirkan keniscayaan yang membawanya keluar dari jalan agama. Sebab mungkin saja ia tidak meyakini keniscayaan tersebut.
4– Menjaga sikap hormat dalam menyikapi perbedaan; Jika Islam mengajarkan kesabaran dan toleransi kepada pengikut agama lain dan mengajarkan kepada kita untuk tidak melecehkan kepercayaan mereka, maka tentunya toleransi dan kesabaran antar pengikut berbagai madzhab lebih ditekankan dalam agama ini. Tentunya Islam mengajarkan untuk tidak melecehkan kehormatan pengikut masing-masing madzhab dan mengajak seluruh umat untuk saling menghormati perbedaan.
5– Kebebasan memilih madzhab; Kebebasan memilih madzhab adalah prinsip umum yang dimiliki oleh setiap individu. Semua orang berhak dan bebas memilih madzhabnya. Organisasi atau rezim mana pun tidak berhak untuk memaksa orang mengikuti satu madzhab tertentu, tetapi sebaliknya mereka harus mengakui keabsahan seluruh madzhab Islam.
6– Kebebasan menjalankan ajaran secara individu; Dalam kehidupan individu, setiap orang bebas menjalankan ajaran madzhab yang dianutnya. Dalam kasus yang menyangkut stabilitas umum, setiap orang hendaknya mengikuti aturan dan undang-undang yang berlaku di negara tempat mereka tinggal.
Dalam ayat al-Qur’an Allah swt berfirman:
فبشر عباد الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه
Artinya, “Maka berilah kabar gembira kepada hamba-hambaKu, yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengambil yang terbaik.”
Al-Qur’an al-Karim menyeru kaum muslimin untuk berdiskusi secara damai dengan kaum kafir dan Ahli Kitab, demi mencapai kebenaran. Perintah ini tentu menemukan sasaran yang lebih besar jika dikaitkan dengan perbedaan yang ada di tengah umat Islam, agar mereka menyelesaikan perbedaan yang ada lewat diskusi yang didasari kesopanan dan persaudaraan dan dalam kondisi yang tenang.
Seluruh umat Islam hendaknya mengupayakan proses pendekatan ini dalam prakteknya dan mengupayakan kehadiran nyata syariat Islam dalam semua aspek kehidupan.
Pasal Keenam: Target Resmi
Target Pertama: Membantu menghidupkan dan menyebarkan budaya dan ilmu keislaman dan membela kehormatan al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
Target Kedua: Mengupayakan jalan bagi para ulama, cendekiawan dan tokoh pemimpin berbagai madzhab di dunia Islam untuk saling mengenal akidah, fiqh, kondisi sosial dan politik masing-masing.
Target Ketiga: Menyebarkan pemikiran taqrib di tengah para intelektual dan cendekiawan di dunia Islam serta memperluas pemikiran itu ke tengah umat Islam secara umum dan menyadarkan mereka akan adanya tipu daya dari musuh-musuh Islam yang menginginkan perpecahan.
Target Keempat: Menghilangkan kecurigaan antar pengikut berbagai madzhab.
Target Kelima: Mengupayakan pengukuhan prinsip ijtihad dan istinbath di tengah madzhab-madzhab Islam.
Target Keenam: Berupaya menciptakan koordinasi dan membentuk front bersama dalam menghadapi propaganda dan serangan budaya musuh-musuh Islam berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar